Minggu, 02 November 2008

SUDONO SALIM (Liem Sioe Liong)



 
  
 ► e-ti 
 Nama:
Sudono Salim
Nama Asli:
Liem Sioe Liong
Lahir:
TIongkok, 10 September 1915
Jabatan:
Pendiri Salim Group

Penghargaan:
Bintang jasa Satya Lencana Pembangunan




g

 Pernah Orang 

Terkaya Asia


Pengusaha Sudono Salim, yang
bernama asli Liem Sioe Liong,
sempat menduduki peringkat
pertama sebagai orang terkaya
di Indonesia dan Asia. Bahkan,
konglomerat yang dikenal dekat
dengan mantan Presiden Soeharto,
ini sempat masuk daftar jajaran 100
terkaya dunia. Setelah krisis ekonomi dan
reformasi politik, kekayaannya menurun.

 

Dia pun memilih lebih lama tinggal 

di Singapura, setelah rumahnya Gunung 

Sahari Jakarta dijarah dan diobrak-abrik 

massa reformasi. Kerusuhan reformasi 

13-14 Mei 1998, itu tampaknya membuat 

Oom Liem trauma tinggal di Indonesia.

 

Walaupun kadang kala dia masih datang 

ke Indonesia, tapi hampir tidak pernah lama.  

Semua bisnisnya di Indonesia dikendalikan 

oleh anaknya Anthony Salim. Di bawah 

kendali Anthony Salim, belakangan 

kerajaan bisnisnya bangkit kembali dan tak 

mustahil akan kembali menjadi 

terkuat di Indonesia.

 

Sabtu 10-11 September 2005, Oom Liem 

merayakan hari ulang tahunnya yang ke-90 

di Hotel Shangri-La Singapura. Acara 

berlangsung khidmat dan meriah dihadiri 

isteri, anak, cucu, dan kerabatnya. Dia 

tampak sehat dan bisa melangkah dengan 

sempurna. Dia juga menyampaikan 

sambutan dengan lancar.
 

Perayaan itu dihadiri sekitar 2.000 orang. 

Kebanyakan datang dari Indonesia dan 

sebagian dari Hongkong, Tiongkok, dan 

negara-negara lain. Para undangan 

mendapat pelayanan sebaik mungkin. 

Tidak hanya penginapan di Hotel Shangri-La, 

tetapi juga diberi tiket pesawat pulang-pergi 

(PP), meski banyak yang memilih membayar 

tiket sendiri. 

Beberapa mantan pejabat dari Indonesia 

tampak hadir. Di antaranya Harmoko, Akbar 

Tandjung, Fuad Bawazier, Bambang 

Soebijanto, dan Agum Gumelar. Juga 

beberapa pengusaha seperti Mochtar Riyadi, 

Prajogo Pangestu, A Guan, Ciputra, 

Rachman Halim, dan Bintoro Tanjung.

Pesta perayaan HUT 90  itu diadakan dua 

malam berturut-turut. Pada hari pertama 

untuk teman-teman dan relasi bisnisnya 

yang datang dari Indonesia dan Tiongkok. 

Hari kedua untuk undangan dari Singapura, 

Amerika, dan Eropa. Kedua acara itu, 

antara lain, diisi pemutaran film 

dokumenter Oom Liem.

Film dokumenter itu mengisahkan perjalanan 

hidup Oom Liem. Di mulai tahun 1938, 

Tiongkok dilanda Perang Dunia Kedua. Lalu, 

Jepang menyerbu dengan kejamnya. 

Ketika itu banyak pemuda Tiongkok yang 

ingin menghindari perang, mereka pergi ke 

arah selatan (Indonesia).

 

Pemuda Liem yang kala itu berumur 21 tahun 

diperankan oleh aktor memakai kaus putih 

dan celana panjang putih memanggul 

bangkelan (karung kecil dari kain) yang 

berwarna putih jua. Beberapa saat anak 

muda Liem berdiri di atas bukit menghadap 

ke laut. Dia menatap ke laut yang luas. 

Di kejauhan, dia melihat sebuah kapal kecil 

yang sedang berlabuh. Dia melangkah 

menuju kapal itu dan naik.

Setelah berlayar sekian lama, kapal itu 

mendarat di Surabaya. Saat itu dia berharap 

akan dijemput kakaknya yang sudah lebih 

dulu merantau ke arah selatan (nusantara). 

Ternyata, harapannya tidak terpenuhi.

 

Selama empat hari dia tertahan di pelabuhan 

Surabaya. Tidak makan dan tidak minum. 

Imigrasi di Surabaya juga tidak 

membolehkannya keluar dari pelabuhan.

Sampai akhirnya, kakaknya datang menjemput. 

Liem dibawa ke Kudus untuk memulai bekerja 

di perusahaan rumahan,  membuat kerupuk 

dan tahu. Di Kudus Liem berkenalan dengan 

gadis asal Lasem. Gadis itu sekolah 

di sekolah Belanda Tionghoa. 

Liem melamarnya, tapi orang tua si gadis 

tidak mengizinkan, lantaran takut anak 

gadisnya akan dibawa ke Tiongkok. 

Kekuatiran itu timbul melihat tampang 

Liem yang masih totok. 


Tapi, Liem tak mau menyerah. Akhirnya 

lamarannya diterima dan diizinkan menikah. 

Pesta pernikahannya, bahkan dirayakan 

selama 12 hari. Maklum, keluarga isterinya 

cukup terpandang. 

Setelah menikah, Liem makin ulet bekerja 

dan berusaha. Usahanya berkembang. 

Tapi, ketika awal 1940-an, Jepang menjajah 

Indonesia, usahanya bangkrut. Ditambah lagi, 

dia mengalami kecelakaan. Mobil yang 

ditumpanginya masuk jurang. Seluruh 

temannya meninggal. Hanya Liem yang 

selamat, setelah tak sadarkan diri selama 

dua hari.

Kemudian, Liem pindah ke Jakarta. Seirama

 dengan masa pemerintahan dan 

pembangunan Orde Baru, bisnisnya pun 

berkembang demikian pesat. Pada tahun 

1969, Oom Liem bersama Sudwikatmono, 

Djuhar Sutanto dan Ibrahim Risjad, yang 

belakangan disebut sebagai The Gang of 

Four, mendirikan CV Waringin Kentjana. 

Oom liem sebagai chairman dan

 Sudwikatmono sebagai CEO. Perusahaan 

ini bergerak di bidang perdagangan, 

ekspor kopi, lada, karet, tengkawang dan 

kopra serta mengimpor gula dan beras.

 

The Gang of Four ini kemudian tahun 1970 

mendirikan pabrik tepung terigu PT Bogasari 

dengan modal pinjaman dari pemerintah. 

Ketika pertama berdiri, PT Bogasari 

berkantor di Jalan Asemka, Jakarta dengan 

kantor hanya seluas 100 meter.

 

Kemudian tahun 1975 kelompok ini 

mendirikan pabrik semen PT Indocement 

Tunggal Perkasa. Pabrik ini melejit bahkan 

nyaris memonopoli semen di Indonesia. 

Sehingga kelompok ini sempat digelari 

Tycoon of Cement. Setelah itu, The Gang of 

Four ditambah Ciputra mendirikan 

perusahaan real estate 

PT Metropolitan Development, yang 

membangun perumahan mewah Pondok 

Indah dan Kota mMandiri Bumi Serpor Damai.

 

Selain itu, Oom Liem juga mendirikan 

kerajaan bisnis bidang otomotif di bawah 

bendera PT Indomobil. Bahkan merambah 

ke bidang perbankan dengan mendirikan 

Bank Central Asia (BCA) bersama Mochtar Riyadi. 

Belakangan Mochtar Riady membangun 

Lippo Bank.

 

Ketika itu, Oom Liem pernah jadi orang 

terkaya di Indonesia dan Asia. Serta masuk 

daftar 100 orang terkaya dunia.

 

Namun, seirama dengan mundurnya 

Presiden Soeharto dan akibbat terjadi 

krisis moneter, bisnis dan kekayaannya 

pun turun. Bahkan, Oom Liem terpaksa 

memilih bermukim di Singapura, setelah 

rumahnya di Gunung Sahari dijarah massa 

reformasi.

Setelah situasi kembali membaik, 

usahanya yang dipimpin puteranya Anthony 

Salim dan para manajer profesional, 

kembali mulai bangkit.

Tidak ada komentar: